Perencanaan Wilayah Pesisir
Pesisir adalah sumber daya alam yang sangat penting. Berbagai 
aktifitas sosial dan ekonomi membutuhkan lokasi pesisir, dan banyak 
wilayah pesisir mempunyai nilai lansekap, habitat alam, dan sejarah yang
 tinggi, yang harus dijaga dari kerusakan secara sengaja maupun tidak 
sengaja. Meningkatnya permukaan air laut dan kebutuhan pembangunan perlu
 dipadukan dengan nilai-nilai khusus yang dimiliki pantai.
Perencanaan
 tata ruang wilayah pesisir berperan untuk menserasikan kebutuhan 
pembangunan dengan kebutuhan untuk melindungi, melestarikan dan 
meningkatkan kualitas lansekap, lingkungan, habitat flora dan fauna, 
serta untuk membangun kawasan rekreasi pantai. Rencana tata ruang 
wilayah pesisir diperlukan untuk menjaga kelestarian pantai di satu sisi
 dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada sisi yang lain.
Artikel
 ini mengulas ruang lingkup perencanaan wilayah pesisir. Pertama kali 
akan dibahas batasan wilayah pesisir, kemudian kebijakan-kebijakan 
pembangunan yang perlu diterapkan untuk wilayah pesisir. Pada akhir 
tulisan akan dibahas peran berbagai instansi terkait dalam pengembangan 
wilayah pesisir.
Wilayah pesisir
Yang pertama kali perlu ditentukan dalam membatasi
 wilayah pesisir adalah garis pantai. Garis pantai bersifat dinamis dan 
terbentuk karena proses-proses alamiah yang sangat lama. Garis pantai 
memiliki perbedaan dalam topografi, dan setiap jenis topografi tersebut 
berjalan menurut proses alami masing-masing. Wilayah pesisir meluas ke 
arah laut dan ke arah darat dari garis pantai. Batas-batasnya ditentukan
 secara geografis oleh proses alamiah pantai dan juga oleh kegiatan 
manusia yang berhubungan dengan pantai tersebut.
Wilayah pesisir 
harus dilindungi dengan sistem perencanaan tata ruang dan harus dikelola
 secara bijak oleh pemerintah daerah, pemilik lahan dan instansi 
pengendali lingkungan seperti Bapedalda. Rencana tata ruang harus 
menentukan wilayah pesisir di setiap daerah. Pada wilayah ini, kegiatan 
pembangunan dan pemanfaatan lahan tunduk pada peraturan yang khusus, 
yang perlu dibuat oleh setiap pemda dengan berpedoman pada peraturan 
nasional yang berlaku.
Masyarakat perlu memahami bahwa pembangunan di
 wilayah pesisir sering menimbulkan dampak terhadap wilayah lepas pantai
 (offshore). Suatu kegiatan masyarakat dapat berdampak pada ketersediaan
 ikan dan keberadaan terumbu karang dan dengan demikian juga 
mempengaruhi mata pencaharian masyarakat nelayan setempat. Pemda harus 
memperhatikan hal demikian pada saat membuat keputusan perencanaan. 
Demikian juga, ketika mempertimbangkan dampak lingkungan yang 
ditimbulkan oleh pembangunan yang dilakukan di luar wilayah pesisir, 
pemda perlu mempertimbangkan pengaruh atas wilayah pesisir tersebut.
Kegiatan
 yang berlokasi di bawah wilayah pesisir juga harus dikendalikan. Setiap
 kegiatan harus memenuhi ketentuan yang berlaku seperti misalnya dalam 
hal pengeboran minyak bumi dan gas, navigasi, penelitian dasar laut, 
reklamasi, dll. Sebelum suatu kegiatan dilakukan, terlebih dahulu harus 
dilakukan konsultasi publik dan penyusunan andal secara benar.
Kebijakan
 khusus perlu diterapkan pada sejumlah wilayah pesisir yang memiliki 
nilai pemandangan, konservasi alamiah, atau kandungan ilmiah yang 
tinggi. Pemerintah dan pemda perlu menyusun peraturan agar wilayah 
pesisir yang memiliki kualitas khusus ini tidak hancur karena 
ketidaktahuan atau kesengajaan. Pemerintah Pusat dan Pemda dapat 
menetapkan bahwa kegiatan yang berlokasi di kawasan yang memiliki 
karakter khusus ini harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam 
peraturan tersebut. Dalam peraturan itu perlu dipertimbangkan pula 
concern internasional terhadap wilayah pesisir, seperti kawasan yang 
biasa dijadikan terminal migrasi burung-burung dan mamalia laut.
KEBIJAKAN TATA RUANG UNTUK WILAYAH PESISIR
Kebijakan untuk 
perencanaan wilayah pesisir setidaknya meliputi: (1) kebijakan 
konservasi lingkungan alam; (2) kebijakan pembangunan yang khusus 
membutuhkan lokasi pantai; (3) kebijakan mencegah bencana alam, seperti 
banjir, erosi, dll; dan (4) kebijakan rehabilitasi lingkungan, khususnya
 garis pantai yang rusak atau mengalami pergeseran.
1. Konservasi Wilayah Pesisir
Kebijakan ini bertujuan untuk 
melindungi dan memperkaya karakter alam dan pemandangan dari wilayah 
pesisir yang tidak untuk dikembangkan. Di wilaah yang mempunyai nilai 
pemandangan alam yang indah atau yang mempunyai nilai historis, 
pembangunan harus dibatasi. Wilayah pesisir tersebut harus dicegah dari 
gangguan visual, yang disebabkan oleh tingkat visibilitas pembangunan 
yang tinggi terhadap bagian depan pantai, terhadap kaki langit dan 
pemandangan yang mempengaruhi hamparan pantai.
Kegiatan pembangunan 
berskala besar seperti perumahan tepi pantai (sering disebut water front
 city) dapat menampilkan ancaman yang jelas terhadap lingkungan alam 
yang sehrausnya dikonservasi. Namun dampak kumulatif dari pembangunan 
yang berskala kecil juga dapat menimbulkan kerusakan. Lokasi yang dapat 
dipengaruhi oleh kegiatan tidak hanya dalam batas-batas wilayah pesisir 
tertentu, namun juga pada lokasi yang berbatasan atau yang mengarah ke 
hulu. Perhatian khusus harus dilakukan untuk menilai dampak kegiatan 
yang mempengaruhi muara, tidak hanya pada lokasi langsung dan lokasi di 
sekitarnya, namun juga efek yang kumulatif pada bagian muara itu 
sendiri.
Pantai menyediakan banyak habitat alam bagi kepentingan 
nasional dan internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan. 
Selain itu, wilayah pesisir juga dapat meliputi kawasan pertanian yang 
subur yang perlu dipahami dalam menentukan keputusan atas kegiatan 
pembangunan di wilayah tersebut. Di berbagai wilayah pesisir, khususnya 
di bagian muara, pengaruh pembangunan atas kepentingan lain, seperti 
perikanan dan terumbu karang dapat bersifat akut dan luas. Hubungan yang
 terjalin antara mata pencaharian penduduk, sumber daya pantai, 
diversifikasi kehidupan liar dan keindahan panorama pantai harus 
dimengerti untuk dapat merumuskan kebijakan yang tepat. Beberapa wilayah
 pesisir juga mungkin memiliki sejarah yang kaya, baik yang berada di 
atas maupun di bawah perairan, seperti monumen peninggalan kerajaan 
jaman dahulu, dll.
2. Pembangunan Wilayah Pesisir
Di wilayah pesisir, kesempatan 
untuk pembangunan dapat dibatasi oleh kondisi fisik, seperti adanya 
ancaman banjir, erosi dan tanah longsor serta untuk keperluan 
konservasi. Wilayah pesisir merupakan bagian kecil dari wilayah 
keseluruhan yang dikendalikan oleh pemerintah daerah. Maka masuk akal 
kiranya jika pemerintah daerah menetapkan persyaratan tertentu untuk 
pembangunannya, misalnya, untuk pelabuhan, permukiman, industri, dll. Di
 wilayah pesisir, kebijakan pembangunan sebaiknya tidak mencakup 
pembangunan yang tidak membutuhkan lokasi pantai.
Wilayah pesisir 
yang sudah terbangun merupakan pilihan yang baik untuk pembangunan 
kawasan baru atau peremajaan lingkungan perkotaan dengan cara 
meningkatkan penampilan dan kondisi lingkungan. Peluang juga terbuka 
untuk membangun kembali wilayah pesisir yang terlantar. Jika pembangunan
 baru membutuhkan lokasi pantai, maka pantai yang sudah berkembang 
biasanya menyediakan pilihan yang terbaik dengan tetap memperhatikan 
adanya ancaman penggerusan atau banjir. Hanya pada kondisi mendesak 
suatu aktivitas pembangunan dibenarkan untuk berlangsung di wilayah 
pesisir yang masih alami.
Kegiatan pembangunan yang tampak memiliki 
efek yang signifikan terhadap lingkungan pantai, termasuk efek terhadap 
lingkungan alam dan dampak visual yang signifikan, harus lolos uji 
kelayakan lingkungan terlebih dahulu. Analisa dampak lingkungan wajib 
dilakukan untuk kegiatan pemanfaatan ruang tertentu, seperti kilang 
minyak, pembangkit tenaga listrik, pabrik kimia, pelabuhan, saluran 
banjir, galangan kapal, kawasan rekreasi, fasilitas rekayasa air limbah.
 Selain itu, pemerintah seyogyanya membuat panduan tentang pembangunan 
setiap bentuk konstruksi di wilayah pantai.
Salah satu upaya yang 
perlu dilakukan oleh pemda saat ini adalah mencegah pemanfaatan ruang 
sempadan pantai untuk keperluan selain kepentingan umum. Pantai adalah 
milik semua orang, oleh sebab itu harus dicegah pemanfaatan yang 
eksklusif untuk kepentingan pribadi dengan membuat pagar atau bangunan 
yang langsung berada di pinggir pantai. Pengelolaan wilayah pantai dapat
 saja diserahkan kepada pihak swasta, seperti pantai Ancol Jakarta, 
namun masyarakat tetap harus dapat dengan mudah dan murah menikmati 
pemandangan dan melakukan aktivitas sehat di wilayah pantai.
3. Mencegah Bencana Alam
Bencana alam dapat terjadi di wilayah 
pesisir seperti banjir, tsunami, erosi laut, abrasi pantai, tanah 
longsor, dll. Kebijakan yang harus ditetapkan adalah menghindari 
terjadinya bencana ini. Secara khusus, pembangunan baru tidak 
diperbolehkan di wilayah yang resiko adanya bencana alam tinggi. Pemda 
harus mampu meminimalisir pembangunan di wilayah terbangun yang 
mengandung ancaman banjir, erosi dan tanah longsor, dll. setiap jenis 
bencana harus diidentifikasi dan upaya pencegahan harus dilakukan, 
minimal dengan memberi tanda-tanda peringatan kepada khalayak ramai.
Tingkat
 resiko yang ada benar-benar harus dipertimbangkan dengan cermat dan 
kebijakan pemda yang jelas dan tegas diperlukan untuk mengendalikan atau
 membatasi pembangunan di wilayah pesisir yang berdataran rendah; di 
wilayah yang dekat dengan permukiman atau garis pantai yang mengalami 
erosi; dan di wilayah yang tidak stabil, dll. Pada intinya kebijakan ini
 ditujukan untuk menghindari jatuhnya korban manusia dan harta benda 
karena adanya bencana alam yang sering timbul di wilayah pesisir yang 
dihuni.
4. Rehabilitasi Lingkungan
Upaya perbaikan lingkungan fisik dapat 
mencakup tindakan untuk menonjolkan keindahan alam dan ekologi pantai, 
untuk membangkitkan kembali “kelesuan” kota pantai dan pelabuhan dan 
untuk memperbaiki garis pantai yang terganggu. Perbaikan tertentu dapat 
dilakukan dengan memindahkan bagian yang merusak pemandangan dan 
mengganggu lingkungan. Para pengembang, baik pemerintah maupun swasta, 
harus mengajukan usulan rehabilitasi kepada instansi yang bertanggung 
jawab. Dalam banyak kasus, inisiatif untuk rehabilitasi wilayah pesisir 
dapat berasal dari pemerintah lokal, baik sebagai penguasa lahan maupun 
sebagai pihak yang berwewenang mempromosikan perbaikan wilayah pesisir 
tersebut.
Kawasan yang membutuhkan perbaikan sering berada di wilayah
 yang sudah terbangun, seperti tempat rekreasi pantai dan pelabuhan. 
Perencanaan harus mencakup usaha meningkatkan daya tarik dari wilayah 
seperti itu sebagai tempat beristirahat dan untuk membangkitkan kembali 
kawasan pelabuhan dengan pembangunan yang sesuai dengan fungsi dan 
aktivitas baru.
Garis pantai yang mengalami kerusakan karena adanya 
pembangunan kota dan industri, pembuangan limbah atau pertambangan 
memerlukan rehabilitasi fungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. 
Hal ini harus menjadi prasyarat penting untuk memulihkan lingkungan 
fisik dan mengamankan regenerasi ekonomi.
Koordinasi dan Kerjasama
Perencanaan wilayah pesisir merupakan 
masalah strategis karena terkait dengan proses alam yang ekstensif dan 
sering melampaui batas-batas kewenangan dan kemampuan pemerintah daerah 
dan pusat. Pemda harus bekerjasama satu sama lain dalam menghadapi 
masalah pantai. Pemda perlu berkonsultasi dengan semua pihak yang 
tercakup dalam area perencanaan tersebut.
Perguruan tinggi dan 
asosiasi perencana kota dan wilayah dapat menyediakan sarana untuk 
meningkatkan pengetahuan tentang proses yang berhubungan dengan pantai, 
mendefinisikan masalah utama yang dihadapi dalam perencanaan wilayah 
pesisir, mengkoordinasi perumusan kebijakan untuk melakukan konservasi, 
perlindungan pantai dan pembangunan dalam wilayah pesisir. Pemerhati 
pantai perlu mengupas masalah teknis untuk pencerdasan masyarakat.
Kebijakan
 pembangunan perlu dirumuskan juga untuk wilayah yang berdekatan dengan 
wilayah pesisir. Di wilayah pesisir ada ruang lingkup yang dapat 
menimbulkan konflik kepentingan karena pembangunan dapat mengganggu 
habitat arus bawah, sumber daya laut atau rekreasi dan kegiatan ekonomi.
 Pembangunan dalam wilayah suatu pemda dapat mengurangi nilai konservasi
 dan keindahan alami pantai di wilayah pemda lainnya. Keputusan mengenai
 pembangunan baru dapat menimbulkan resiko atas wujud pemanfaatan ruang 
seperti pelabuhan, pertahanan laut, perlindungan pantai. Pembangunan 
fasilitas rekreasi dapat mengubah proses erosi dan pengendapan atau 
merusak kawasan konservasi alam yang berharga (misalnya habitat pasang 
surut).
Pemerintah Pusat perlu mendukung kerjasama pemda dalam 
menyiapkan rencana tata ruang wilayah pesisir secara bersama. Pemerintah
 Pusat juga perlu menekankan adanya kebutuhan untuk melibatkan 
pihak-pihak lain, khususnya masyaakat dan organisasi yang terkait dengan
 pantai.
–o0o–
Sumber: Portal Tata Ruang.2007."Perencanaan Wilayah Pesisir"dalam http://portaltataruang.wordpress.com/2007/09/17/perencanaan-wilayah-pesisir/